Label

SELAMAT DATANG.....

Jumat, 07 Januari 2011

TENTANG PERNIKAHAN

“Pernikahan  pada hakikatnya adalah kematian bagi siapa saja yang telah menjalaninya ,  
ia membunuh kebebasan, memasung kreatifitas , 
dan mematahkan eratnya pesahabatan dengan kawan-kawan kita.. 

Pernikahan  adalah  ikatan yang menjadi symbol dari kepemilikan dan hak yang utuh atas jiwa dan raga. Melewati pintunya berarti  kita telah telah mempersiapkan diri untuk menjadi  budak atau tawanan atas nama cinta. 

Pernikahan pada akhirnya menjelma menjadi penderitaan, sesal dan dukacita".

Senin, 03 Januari 2011

MUSIBAH

Aku malu tak belajar pada firman-Mu.
Menengadah Di kaki altar-Mu pun aku enggan.

Kini aku terpuruk
jatuh di kubangan tak berdasar.

Mencoba berkompromi dengan diri untuk menerima ketidak hati-hatian, kebodohan dan ketololan sebagai takdir-Mu.

Kepercayaan dikhianati
Kehormatan dan Harga diri di remuk,

Sobat...
Akupun kau antar menuju kursi kaum pesakitan...

Esok jika saja kau temukan aku berubah jadi belatung yang menggantung pada luka-lukamu, maafkan aku...

Bukan aku yang memulai ini semua...
Setiap orang akan menuai apa yang ditanamnya untuk orang lain...

Untuk semua akibat yang kau beri, tanya dihatiku telah pupus....
Cukup sudah...

Minggu, 02 Januari 2011

PERBUDAKAN

Hati nurani diciptakan semata untuk merasakan dan peka kondisi yang sulit pada kelompok dan individu lain. Hati nurani tidak diciptakan untuk menguasai orang lain dan “memakan” orang lain karena nafsu egoisme pribadi.

Kita terpuruk karena masih banyak semangat mematikan hati dan akal sehat mencekik masyarakat lemah, tertindas dan miskin.

Analisis yang dilakukan akan mengantar kita pada sebuah pemahaman yang benar dari setiap persoalan y ang dihadapi oleh bangsa. Melalui Pengetahuan dan kecerdasanlah maka masyarakat kita bisa berkembang. Dua prasyarat inilah yang dapat mengubah kemiskinan menjadi kesejahteraan.

Sejarah perbudakan telah lama selesai akan tetapi ditengah tengah kita pemerasan masih terus berlangsung, manusia dijadikan sebagai kuda tunggangan untuk kesuksesan materil dari segelintir orang. Untuk sekedar mencari makan banyak saudara-saudara kita yang harus membanting tulang dan harus meninggalkan keluarganya dengan merantau jauh, padahal tanah kita yang subur dengan hasil alam yang kaya tak bisa mengantarkan kesejahteraan bagi rakyat kita. Apa yang salah dengan kita?.

Korupsi dan kolusi akhirnya menjadi hal biasa bahkan dihalalkan oleh sekelompok orang yang hari ini dipercaya oleh rakyat untuk berkuasa. Mandat rakyat dikhianati oleh kepentingan kelompok atau golongan.

Rakyat kita tidak menjadi cerdas, Mengorganisir diri adalah hal yang penting untuk dilakukan, menjadi Organizer  adalah kerja-kerja para pewaris kenabian.Kerja-kerja nyata yang bernafas pada kemanusian, pembebasan manusia dari keterbatasan dan ekploitasi manusia terhadap manusia lainnya.

Gambar










CINTAMU


Cintamu adalah pelabuhan bagiku,
tempatku menyimpan penat dari segala kesibukan.

Cintamu adalah dermaga,
bagiku tempat kusandarkan lelah yang kubawa.

Mimpimu adalah obsesi
yang mengawal kehidupanku dalam riak gelombang.

Cintamu telah menuntunku menjadi nahkoda.

Pada kepala dan hatiku yang tersisa separuh.
Kupatri cinta Datu Museng kepada Maipa Diapati

lalu…
Kau sibak selubung cahaya.
Tenggelamlah aku di palung hatimu.

AM
25 Juli 2007   0:41


SUNYIKU

Sunyi menggugat senja di pesisir pantai
berhadapan cakrawala
Membenam ke dalam lekuk gelombang
Memahat makin sunyi paling dalam
Hanya buih dan angin
Mengoyak batin merindu

Kabut mengambang dalam keremangan senja
Senja ketika dirimu  tinggalkan aku menjauh

21.07.2007

LETAK GEOGRAFIS Kab. Bulukumba


Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan dari jazirah Sulawesi Selatan dan berjarak 153 km dari Makassar (Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan). Luas wilayah Kabupaten Bulukumba 1.154,67 km² atau 1,85% dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
Secara kewilayahan Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki gunung Bawakaraeng – Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas. Kabupaten Bulukumba terletak diantara 05º20´ - 05º40´ LS dan 119º58´ - 120º28´ BT dengan batas-batas sebagai berikut:

-          Sebelah Utara     :        Kabupaten Sinjai
-    Sebelah Timur     : Teluk Bone dan Pulau Selayar
-          Sebelah Selatan   :        Laut Flores
-          Sebelah Barat     :        Kabupaten Bantaeng

Sejarah Penamaan Bulukumba

Mitologi penamaan “Bulukumba“, memiliki banyak versi, salah satunya adalah konon bersumber dari bahasa Konjo (Suku Konjo, Suku Asli Penduduk Bulukumba) yaitu “Bulukumpa” yang dalam bahasa Indonesia berarti “masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya“. Nama ini ini di gunakan pertama kali oleh salah satu AMMA TOWA yang ketika beliu berdiri di “JOJJOLO“(salah satu wilayah adat Gellarang JOJJOLO) beliau ditanya tentang keberadaan salah satu bukit yang berada dalam wilayah Desa Bonto Mangiring hari ini, yang mana beliau mengatakan „BULUKUUMPA“bahwa wilayah itu masih menjadi wilayah dari kekuasaan AMMATOA , bahkan menjadi salah satu nama kecamatan di Bulukumba yaitu kecamatan BULUKUMPA.

Sejarah yang lain tentang Mitologi penamaan “Bulukumba“, konon bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu “Buluku“ dan “Mupa” yang dalam bahasa Indonesia berarti “masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya“. Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke – 17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Di pesisir pantai yang bernama “tanahkongkong“, disitulah utusan Raja Gowa dan Raja Bone bertemu, mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masing. “Bangkeng Buki”, yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya mulai dari Kindang sampai ke wilayah bagian timur. Namun pihak kerajaan Bone berkeras mempertahankan Bangkeng Buki sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis “Bulukumupa”, yang kemudian pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi “Bulukumba”

Sejarah yang lain tentang  penamaan “Bulukumba“, konon masih bersumber dari dua kata dalam bahasa Bugis yaitu “Buluku“ dan “Mupa” yang dalam bahasa Indonesia berarti “masih gunung milik saya atau tetap gunung milik saya“. Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke – 16 Masehi ketika terjadi perang saudara antara dua kerajaan besar di Sulawesi yaitu kerajaan Gowa dan kerajaan Bone. Dan di batas Bukit yang bernama Karampuang Raja Bone masih mengklaim bahwa bukit Karampuan ( Wilayah ini didekat perbatasan Kab. Bulukumba dan Kab. Sinjai mengklaim masih Bukitnya, yang merupakan barisan lereng bukit dari Gunung Lompo Battang,oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas wilayah kekuasaannya. Namun pihak kerajaan Bone berkeras mempertahankan sebagai wilayah kekuasaannya mulai dari barat sampai ke selatan. Berawal dari peristiwa tersebut kemudian tercetuslah kalimat dalam bahasa Bugis “Bulukumupa”, yang kemudian pada tingkatan dialeg tertentu mengalami perubahan proses bunyi menjadi “Bulukumba”

Sejarah diatas memang perlu dikaji kembali, akan tetapi salah satu bukti pendukung ini adalah bahwa jauh sebelum pemekaran desa Bulo-bulo menjadi desa Salassa’e dan pemekaran desa Salassa’e menjadi Desa Bonto Mangiring di salah satu dusunnya ada dusun yang bernama dusun Bulukumpa. Dan didesa ini memiliki situs yang disebut BATU TUJUA ( tempat Pelantikan para raja yang akan berkuasa). Sejarah ini membantah tentang penamaan Bulukumba yang lain yang sesungguhnya jauh dari Dominasi Kerajjan Bone atau Kerajaan Gowa. Konon sejak itulah nama Bulukumba mulai ada, dan hingga saat ini resmi menjadi sebuah kabupaten. ( Seharusnya kita memang mengkaji nama Bulukumba dari segi Historis dan keberadaan suatu tempat berdasarkan nama dan tempat, Untuk yang meyakini sejarah yang lain, mari kita bersama-sama melakukan kajian Ilmiah kembali...) 

Peresmian Bulukumba menjadi sebuah nama kabupaten dimulai dari terbitnya Undang-undang nomor 29 tahun 1959, tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba nomor 5 tahun  1978, tentang Lambang Daerah. maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Peraturan Daerah nomor 13 tahun 1994.

Secara yuridis formal Kabupaten Bulukumba resmi menjadi daerah tingkat II setelah ditetapkan Lambang Daerah Kabupaten Bulukumba oleh DPRD Kabupaten Bulukumba pada tanggal 4 Februari 1960 dan selajutnya dilakukan pelantikan Bupati Pertama yaitu Andi Patarai pada tanggal 12 Februari 1960.