Label

SELAMAT DATANG.....

Kamis, 30 Desember 2010

Muara

Saat kumulai menggenggam cintamu,
Dengan bisikan mesra tentang masa depan yang tak bermuara katamu
Saat itu kumulai menyadari bahwa aku menggenggam bara api keserakahan atas cintamu

Menangis meratapi takdir.
Menemukan impian dan tahu kalau pada akhirnya hanya menyisakan luka.

Perih...

Namum akhirnya hidup haruslah memilih…
Memilih kehilanganmu dan menjalani keabadianku dalam bayang-bayang cintamu
Menjalani kehidupan ini dan mengabadikan kehidupan bersamamu
Meski hanya bayang-bayang dengan singgasana yang tak nyata

Hingga akhirnya harapan menjadi muara.

Meski telah renta dalam dekapan usia
Kuberharap masa akan mempertemukan kita
Dan aku mengecup keningmu dengan ihlas
Dan menyadari arti cinta yang sesungguhnya
Kemudian maut menjemput dalam tragedi cinta…


Senin, 20 Desember 2010

TANYA.....???


Kisah ini menyisakan sedikit tanya,
Aku diusik oleh kecurigaanku padanya,
 terutama pada kisahnya yang menyimpan desiran dalam kepala....

Setelah sekian lama tak bertemu, perubahan munkin saja terjadi. Seperti kata bijak yang pernah kubaca, waktu telah mengubah segalanya. Mungkinkah???.

Matahari menjadi buku bacaan baginya. Bacaan yang direnungi dengan dalam.
Mengapa matahari terbit dari timur dan kemudian tenggelam diufuk barat?. Pertanyaan itu ditujukan padaku.
Ia telah menarik kesimpulannya sendiri dari perjalanan matahari. Ia juga percaya bahwa hanya janji matahari pagilah yang paling setia dari semua janji yang pernah ia lalui


Kebijaksanaan mendekati perjalanan
Aku mencari cinta,
perjalanan semakin jauh.
Semakin aku tersesat....
Hilang dalam remuk

Sejauh perjalananku mungkin hanya akan mencari.
Semakin kugali makna cinta semakin kutemukan kepedihan dan sunyi.

Lalu......!!!
Harus bagaimana???????.
Mungkin ada jawaban atas tanyaku dicakrawala
Dibatas yang tak perna ada….

Selasa, 14 Desember 2010

2 Batang MAgnet...


Dara  . . .
Pagi hampir terang . . .
Semoga sinarnya menghangatkan hati kita, agar lebih mampu memaknai hidup.
Mari bercermin . . . dan meniti jalan pulang
Mari membangun kekuatan dari puing-puing masa lalu.
Betapa badai telah mengoyak . . .
Betapa arus telah menghanyutkan.
Bangkitkan kesadaran
Sentuh nurani
Raba perasaan
Temukan ketulusan dalam pikiran,kata-kata dan tindakan......

Catatan kecil Dihari Ulang Tahunmu


14 Deseber 2010

Kutulis catatan  ini dihari ulang tahunmu dalam semangat rindu pada bayangmu, yang kini sirna dalam kelam, perjalanan egoisnya diriku.

Meski begitu diam-diam aku menulisnya dan berharap agar suatu hari kamu mengintip celah ini dan menemukan catatan kecil ini sehingga kau  tahu bahwa aku sesungguhnya tak pernah melupakanmu.
Meski bagimu CINTA ini sudah usai dan aku telah berlalu dari babakan hidupmu, dan menyisakan luka yang perih bagimu.

Sungguh tak pernah sedikitpun niatku untuk membuatmu terluka, dan aku tak pernah menyesal dapat bertemu dan mengenalmu sebab aku selalu bahagia mengenalmu. Hingga hari ini ingatan tentangmu masih saja mengantarku tertawa dan tersenyum dalam bahagianya hari-hari yang pernah kita lalui bersama.

Ijinkanlah aku untuk mengenang masa-masa indah ini dari hidupmu, sebab rahasia Tuhan pun masih dalam bingkai Tanya. Bukankah kita sama meyakini bahwa serpihan ini adalah serpihan yang akan melengkapi perjalanan hidup kita dan kita juga sama yakin pada setiap rencana Tuhan untuk kita…..

Untuk itu aku hanya bisa mengalirkan bulir bening dimataku, mencipta hujan air mata….. untuk setiap detik catatan yang mengantarkan ingatan padaku yang senantiasa membuatmu merasakan luka-luka yang kembali berdarah. Maafkan aku…

Waktu sudah menghukum diriku untuk tidak berdamai dengan maafmu…Telah ku ihlaskan pada-Nya untuk mengatur semuanya….

catatan ini sesungguhnya bukanlah apa dibanding hari ini....., karena hari ini adalah hari Ulang Tahunmu.... dan aku disini hanya dapat bersembunyi disini diam-diam....
Meski begitu, kubisikkan jua....

Selamat Ulang tahun Sayang.  Aku berdo’a Untukmu semoga senantiasa ALLAH memberikan yang terbaik untukmu. Sekarang dan selamanya,

Simpanlah kemarahan itu untukku…  “AKU PANTAS MENERIMANYA….”

Bagian dari sepotong kisah......,


Rabu, Januari 2005
01.15

Awang  . . .

Rasanya tidak fair kalau aku selalu menuntutmu untuk jujur dan terbuka . . . Sementara aku sendiri tidak melakukannya . . .  Kucoba memulai dari sisimu . . .
 (sudut pandangku tentangmu).  Aku tak tahu sejak kapan kau mulai merasakan perasaan itu, tapi terus terang saja . . .  Aku perempuan yang belajar untuk bisa mengerti semua bahasa, termasuk bahasa tubuh dan bahasa diam.

Aku seringkali menangkap sinyal-sinyal dari gerak tubuhmu, terutama pandangan dan tatapan matamupadaku . . .   ingat ketika kukatakan “Something wrong about you, man!”, tapi kamu mengatakan “Everything is okey!.”.  Dan saat itu kutahu kau berbohong.  Aku tahu persis, saat itu kau menyimpan satu rasa tertarik!

Aku merasakan perhatianmu padaku berlebihan  . . .  kau ingat, hampir di setiap tulisanmu, kamu menuliskan bahwa kamu menyayangiku . . .   mencintaiku, meskipun kau menuliskannya dengan tanda petik dan terkadang garis bawah.  Cinta yang universal!

Di beberapa tulisanmu sebelumnya, kau juga menyinggung bahwa “Sesuatu sedang terjadi” pada dirimu . . .   dan kau menganggap itu sangat manusiawi.  Ingat, aku pernah ngotot mempertanyakan soal ini karena kamu melarangku untuk bertanya . . .   terlebih lagi karena di beberapa tulisan selanjutnya kamu mengatakan (sambil guyon . . .  ) bahwa itu semua mungkin terjadi karena aku?

Perhatian yang berlebihan . . .  
Ungkapan-ungkapan sayang dan cinta yang selalu mengatasnamakan persauadaraan dan Tuhan, terkadang kurasakan sebagai sebuah kamuflase dari perasaanmu yang sebenarnya.  Dan ketika aku mulai lebih membuka diri dan kehidupan masa laluku, kurasakan perhatianmu menjadi Over Dosis . . . sehingga kamu hampir membukanya, tapi kamu kaburkan dengan merubah I love you, don’t make me cry menjadi We love you, don’t make us cry.  Sebuah ungkapan yang sangat kasar, menurutku (maaf!)

Maafkan aku, jika aku menyimpulkan bahwa ungkapan Aku mencintaimu . . . Aku menyayangimu,  yang berusaha kamu maknai universal itu (kau berusaha memberi kesan itu dan berusaha mengajakku untuk memaknainya sama)  hanyalah sebuah SIKAP DEFENSE, sikap bertahan untuk menyembunyikan yang sebenarnya.

Dan ketika kau menulis,
”Aku mencintaimu dan ini bukan dusta”  . . .
aku tahu itu setelah kau menemani hari-hariku,
malam-malamku, bahkan doa-doaku dan
maaf kalau kuanggap itu cinta yang picik
(untuk pertama kalinya kau menuliskan kata cinta tanpa tanda petik).
Aku semakin yakin bahwa kamu sedang berbicara tentang cinta secara pribadi.

Terlebih lagi karena kamu menambahkannya dengan, “Maaf” karena aku juga mencintaimu.
(sekali lagi tanpa tanda petik)
Di babak IV dramaku itu, aku sedang bercerita tentang pengkhianatan, dan aku menggambarkan bagaimana aku kecewa terhadap cinta seorang laki-laki yang bernama Firman.
Pernyataanmu itu, yang didahului dengan kata maaf, selalu memberi kesan, bahwa kau juga seorang laki-laki, yang juga mencintaiku!  Mungkin kamu merasa bahwa aku akan tidak suka dengan kalimat itu, sehingga kau perlu mendahuluinya dengan maaf.
Di akhir tulisanmu, kamu menegaskan,
Yakinkan dirimu, “Aku juga mencintaimu”
Cinta yang tidak dilandasi nafsu dan kepentingan semu.
Kamu kembali mengaburkan makna ungkapan cintamu.
Tapi tahukah kau . . .
Semakin kau mengaburkannya, makin jelas segalanya buatku. KAU MENCINTAIKU, itu kesimpulanku.
Aku sangat yakin itu . . .
Aku sebenarnya tidak pernah tahu persis apa yang melatarbelakangi sikap defensemu, kesombongankah . . . gengsikah . . . malukah . . . atau apa?
Kau tidak perlu mengatakan kau mencintaiku seperti Romeo mencintai Juliet, supaya aku mengerti. Aku sudah mengerti . . . sangat mengerti!
Masalahnya  . . . aku butuh “pengakuan” darimu! (maafkan aku untuk kesekian kalinya, jika kau menganggap tindakanku keterlaluan).
Analisis dengan tiga kemungkinan yang kubuat – jujur saja – hanya sebuah umpan balik . . . yang aku trahu akan membuatmu “mengaku” (maaf!)
Kalau sikap defenseku dilatarbelakangi “kesombongan” maka analisisku itu akan membuatmu merasa perlu berspekulasi (dalam kata-kata) karena menganggapku telah memaksamu membuat pilihan . . . demikian juga jika latar belakangnya adalah faktor gengsi.
Tapi kalau latar belakangnya adalah Perasaan Malu, maka tiga kemungkinan – yang tak satu pun mengena itu – akan membuatmu merasa aku terlalu lugu memaknai kata-katamu, sehingga kamu merasa perlu meluruskan penafsiranku – yang kau anggap keliru itu – dengan membuat jawaban yang sebenarnya.
Mungkin kau mengatakan “Analisismu tajam , Dara . . . tapi sayangnya kau keliru . . . dan ini jawaban yang sebenarnya!”
Sekali lagi maafkan, jika analisaku itu ibarat sebuah jebakan . . .
“Puas rasanya” . . .  memperoleh pengakuanmu!
Mengapa?
Karena kau telah berusaha menyesatkanku dengan tanda petik dan garis bawahmu . . . dan kau pikir aku benar-benar tersesat? Kita lihat selanjutnya, Awang!
Kamu ingat, aku pernah sambil guyon . . . mengajak dan menantangmuj untuk bermain, “Let’s play” . . . Ingat?  Aku tidak pasti, apakah itu yang mendorongmu untuk bermain dalam “permainan yang menyesatkanku” . . . tapi pernah kubilang “Let’s Play” . . . dan kita lihat siapa yang akan jadi pemenang.

*  Aku mengikuti permainanmu . . . a beautiful play . . .!  I am player . . . do you remember? Dan aku belum pernah menolak ajakan bermain dari siapapun . . . apapun permainannya!  Jujur saja . . . Analisis tiga kemungkinan yang kubuat itu karena aku ingin segera mengakhiri permainan ini . . . aku sudah lelah bermain. 
Aku harus mengakhirinya . . . tapi itu tidak mungkin, satu-satunya cara adalah “pura-pura menyerah”, permainan berakhir dan kau keluar sebagai pemenang. 
Kau pemenangnya tapi aku memperoleh kemenangan dari seorang pemenang (you get it!)

** Apa yang akhirnya membuat aku menyesal adalah ketika pengakuan yang kuterima adalah, “Aku mencintaimu secara Individu, secara khusus, Dara . . . tapi aku tak mau menambah sakit hatimu”.  Kau mencintaiku . . . tapi kau tidak ingin melukaiku.  Karena itu kau berusaha menyembunyikannya, meskipun pada akhirnya terpaksa kau utarakan juga.  Jujur . . . aku menangis ketika membacanya, karena kau ternyata peduli pada kesakitanku!

Maaf . . . kali ini aku benar-benar minta maaf,
Jika sebeblumnya aku sempat berprasangka buruk atas sikap dan tulisanmu.
Juga maaf yang tak terhingga . . . atas tindakan dan perkataanku yang mungkin terkesan “menelanjangi”.

Awang  . . .
Sekarang kita lihat dari sudut aku :
25 Desember 2004, aku membuat suatu tulisan “Sketsa Malam” (Kulampirkan di sini, mesih dengan pensil karena aku sendiri pun ragu untuk menuliskannya.  Silahkan kau baca dan kau akan lihat bagaimana perasaanku!)

Aku sudah cukup lama menyimpan rasa itu, Awang! Tapi sebagai perempuan yang diharuskan bisa, aku harus bisa menyimpan itu untukku sendiri . . . meskipun dalam beberapa tulisanku aku kerap menyisipkannya (meskipun dalam konteks universal . . . karena aku ingin memberi kesan padamu bahwa aku ‘aku seorang pemain’ – Kau sedang bermain dan meskipun aku tahu ini hanyalah sebuah permainan, aku tetap harus bermain dengan baik . . . karena aku telah terlanjur menantangmu – I’am a player!)

Terkadang kuarasakan Awang, keangkuhanku masih juga tetap konstan, meskipun aku telah berada di titik Nol.  Aku perempuan dengan pribadi yang hanya tersisa separuh!

Mungkin aku tak perlu menyebutkan satu-persatu sisipan-sisispan ungkapan perasanku itu, karena aku yakin kau punya kepekaan untuk melihatnya.  Tapi tidak ada salahnya – Barangkali – jika kuulang dari awal . . .

Ø  Lembar ke . . . X Januari 2005 (paragraf terakhir) 
 “. . . Bicaralah dengan hati, tatap mataku dengan mata hatimu, sentuh hatiku dengan hati nuranimu, bacalah di situ . . . dan akan kau temui “sejumlah” tanya tanpa jawab.

Ø  Lembar ke . . . (paragraf ketiga)
“Aku telah lama yakin bahwa ‘ kamu mencintaiku’ . . .”
(Ini juga beberapa kali kutulis di buku coklat ‘kita’)

Ø  Lembar ke . . . (paragraf kedua)
“Awang . . . kuulangi, aku telah sangat yakin bahwa ‘kau mencintaiku’ dan aku ingin ‘itu selalu’!  Apapun bentuknya!”

Ø  Lembar ke . . . 
“Aku akan menyimpan cintaku
untuk diriku sendiri . . .
sampai tiba masa, seseorang
menyentuh hatiku dengan nuraninya”
(Bandingkan dengan yang kutulis pada bagian pertama).

Ø  Entah berapa kali aku mengatakan dan menulis bahwa aku “merindukanmu” . . . (Aku memang benar-benar merindukan dirimu!)
Ø  “. . . kalau saja aku tidak di sini . . . terpenjara . . .  
dengan pribadi yang hanya tersisa separuh,
mungkin akan kugunakan ‘keutuhsempurnaanku’
untuk ‘meraihmu’ ”.
(Aku selalu merasa penuh dengan kekurangan, dan
sangat tidak pantas untuk dapat meraihmu,
meskipun aku yakin akan bisa. 
Ini bukan persoalan bisa atau tidak, ini soal pantas atau tidak . . . )

Ø  Halaman  . . . (paragraf ketiga)
“. . . Pun pilihanku adalah memilih untuk tidak memilih . . . “ 
(Aku pernah sampai di satu titik, dimana aku merasa tidak perlu memilih antara perasanku terhadapmu dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya” . . .  aku stagnan, biarlah semua mengalir apa adanya . . . )

Ø  Tulisanku tertanggal X Januari 2005 (Selasa) 
Paragraf terakhir . . . 
Sikapku sangat jelas, bukan?

Kita tak perlu lagi saling menutupi . . .kita “akhiri permainan kita”.  Aku tidak peduli, aku kalah atau menang . . . atau kita “DRAW” pun aku tak mau tahu . . .
- AKU MENCINTAIMU -
Dan aku tidak butuh satu alasan untuk itu.

Awang! . . . Shadow! . . . atau siapapun namamu!
Aku tertarik padamu . . . sejak awal kita saling menulis.
Aku jatuh cinta padamu . . . sejak kau meletakkan jemarimu di hatiku dan membaca apa yang ada di sana, dan kini aku telah Mencintaimu . . . dengan segala konsekuensinya!
Dan  . . .
Aku sangat lega bisa mengatakan ini . . .

 I AM SO SURE . . .
WHEN I LOOK  THE RAY IN YOUR EYES
I KNOW . . . THAT THE IS A HEAVEN
IN WHERE THE GATE IT IS THE HUMAN HEART.
THE LOVE CREATED . . .
FOR GIVE US MERCY AND PATIENCE
 FOR TO PLAIT A CURTAIN    
FROM THE RAY OF HORISON AND MOON

Kau tahuv
Aku sangat berharap,
Kali ini aku akan benar-benar ‘sembuh’
dari segala luka bathin dan trauma masa lalu.
Tolong bantu aku . . .
Agar tak pernah lagi kembali ke kehidupan yang ‘sesat’ itu.
Yakinkan aku . . .
bahwa kau selalu bisa untuk kuandalkan!

My Beloved, Awang!
(Hm . . . aku sudah berani menuliskan kata itu)

Kuakui, dalam banyak hal kau sangat bijaksana,
tapi tidak semua hal harus dibijaksanai.
Ada saat dimana kejujuran harus diletakkan
di atas segalanya . . .
pengalaman mengajarkanku, seringkali orang tidak
mampu membijaksanai kebijaksanaan kita.
(Dalam babak-babak terakhir Dramaku . . . ini akan kau lihat)

Meskipun begitu . . .
Telah lama kau belajar untuk bisa bersikap Bijak, 
bijak dalam porsi yang seharusnya!

Terima kasih untuk semua kejujuranmu . . .
(dan kebijaksanaanmu . . .!)
meskipun ada satu bagian dari tulisanmu (yang terakhir)
yang mebuatku agak jengah . . .
tapi aku senang, karena mau mengakuinya dengan jujur!
(Kau memang tidak perlu minta maaf!)
Sudah sejauh itukah aku terlibat?

Bye  . . .

D a r a


Sabtu, 25 Desember 2004
01.24 Wita

Sketsa Malam

Malam telah beranjak larut . . .
tapi sesuatu di dalam diriku
memaksa mataku untuk tetap terjaga . . .
dan mengajak milyaran syaraf di otakku
untuk terus berpikir

Aku sadar . . .
aku tak pantas untuk memikirkan kamu
karena ada kesepakatan tidak tertulis di antara kita
bahwa kita adalah dua kutub yang berbeda
yang secara tidak sengaja dipertemukan oleh takdir
untuk akhirnya kembali ke poros masing-masing.
Akh  . . .
Aku tak tahu harus mulai darimana . . .
tetapi kuakui ada ‘Rindu’ jika tak bertemu
mengingatmu . . . selalu membuatku
ingin menggugurkan kerinduan itu.

Sekiranya aku tak berada di sini
dengan pribadi yang hanya tersisa separuh
mungkin akan kugunakan kesempurnaan
untuk meraihmu
Beberapa orang datang dan pergi dalam
beberapa babak kehidupanku . . .
dan kuakui, dalam babak terakhir ini
secara emosional selalu kubawa-bawa dirimu
dalam setiap hariku.
Aku belum bisa menamai rasa itu!

Sementara sebagian besar orang melecehkan,
mengumpati bahkan menghujat diriku
kau justru hadir dengan suatu uluran
‘kasih’ yang tak mampu kumaknai dan kunamai.

Terkadang kudapati kilatan-kilatan di matamu
yang menggambarkan sesuatu yang berusaha
kau simpan, kau sembunyikan , kau pendam,
bahkan mungkin berusaha kau padamkan.
Suatu dugaan kerap melintas dibenakku
tentang itu . . .
namun aku tak berani memastikannya.
Kalau saja kau mampu untuk jujur!

Barangkali aku salah jika menyimpan suatu rasa . . .
Barangkali ada suatu dosa memimpikan untuk
memiliki sesuatu yang telah menjadi milik orang lain.
Yach  . . . mungkin aku salah dan berdosa!!

Kalaupun demikian,
aku hanya ingin mengakui
bahwa aku tak mampu lagi untuk terus
membohongiku diriku bahwa, aku jatuh cinta padamu!

(Kutuliskan tatkala aku tak mampu lagi memendam rasa . . .)

Dara  . . .
Bagus  . . .Fantastis sekali! Kamu telah menganalisis tulisanku dengan mengobrak abrik apa yang kamu ‘rasa’ berada dibaliknya.  Aku tidak kaget, Dara . . . kamu pasti melakukannya, dan itu ada dalam hitunganku.
Aku juga telah melakukan hal yang sama, menganalisis tulisanmu dan yang ‘utama’ menganalisis kata-kata dan ekspresimu.  Bukan aku tak mempercayai tu;isanmu, tapi buatkuv ekspresi dan kata lebih mewakili nurani.
“akui aku jujur . . . salah satu kelemahanku dalam gerakan sosial yang kulakukan, adalah tidak memiliki kemampuan untuk menuliskan tuntas ide-ide dan gagasanku.
Aku adalah orang lapangan dengan konsepsi yang kadang berbeda.  Aku dalam tahap belajar . . . dan analisismu itu mengajariku banyak hal dan menginspirasiku tentang analisis baru, selain “Analisa SWOT” dan “Pohon Masalah.

“Silahkan mengobrak-abrik tulisanku itu sesuka hatimu, Dara! Aku sangat sadar . . . aku tak mungkin mundur, aku terlanjur dan aku tidak bisa mundur!  Pelaut sudah mengibarkan layar . . . pantang baginya surut sebelum pelabuhan tercapai.”  Awang merasa Dara telah menelanjanginya . . . menganalisis semua tulisannya dengan sangat detail dan membuat Awang tak bisa menangkisnya. “Aku suka caramu, Dara! Tidak seorang perempuan pun pernah membuatku terpojok seperti ini . . . Kau yang pertama!  Dan itu . . . membuatmu semakin mempesona!”  Awang harus jujur mengakuinya.

Dara, aku terserang migrain beberapa hari ini . . . syaraf-syaraf mataku kadang sakit sekali.  Tapi aku tidak suka berbaring, aku lebih suka duduk di Gazebo 4 begitu pintu terbuka. Di sore hari pun selepas Asar, aku duduk dan ngobrol saja dengan teman-teman di sana, hitung-hitung kamu muncul dan terlihat olehku, melihatmu saja aku sudah senang sekali.  Sangat kusadari betapa aku jatuh cinta padamu.

Dara  . . .
kucukupkan tulisanku, dan . . .

Malam Selalu Menjadi Kambing Hitam...




Sabtu,  Desember 2005
04.12


Dara.....
Teman-teman sekamarku sudah pada tidur..... malah teman disampingku ngoroknya keras sekali.
Aku menulis ini sambil membolak-balik catatan-catatan mu dan mencari bahan buat tulisanku kali ini.  Beberapa kali temanku terbangun dan memintaku untuk memadamkan lampu.....aku tidak mengantuk sama sekali.
Kamu betul, Dara.....aku sulit menulis kali ini, pikiranku seperti benang kusut dan aku tak tahu harus menulis apa untukmu.  Aku seperti berdiri di simpang empat jalanan, dan aku ingin ke empat arah itu dalam satu waktu.
(Dara.....jangan berkecil hati dan menganggap bahwa aku terpaksa untuk menulis untukmu.  Sesuatu sedang terjadi..... dan itu sifatnya sangat manusiawi.  Juga kuharap suatu hari nanti, jangan pernah bertanya tentang hal ini)

02.05
Dara.....
Saat ini kamu pasti sudah bobo, tapi aku belum.....
Aku masih ingin menulis, sebab besok pagi adalah hari besukan
dan semoga kita bisa bertemu dan mengobrol disana.

Dara .....
Kurajut malam dengan segala rindu,  
wajah-wajah polos kaum tani, kekasihku.....
yang terbayang bergantian
Aku rindu pada senyuman mereka
di hari panen pertama di awal musim.
Malam-malam yang kulewati dengan nyanyian “Pannyappe”
di bawah bulan purnama.
Diiringi denting kecapi dan gambus tua “Lompobattang”
Di kain hitam tersimpan kekuatan leluhur
Lalu menjelma menjadi "Kelong-kelong Pa’jaga di awal pesta

Ah..... aku meniti rindu kampung halaman
pada”Baro’bo” yang mengepul hangat,
pada “barongko”nya
Aku rindu pada teriakan “pui-pui” di pematang sawahku
dan manisnya “Pallu Golla” di gubuk kecil
di tepi sungai yang mengalir jernih dan bening.

Dara.....
Malam hampir berlalu.....aku dapat mencium dinginnya
yang semakin menyegarkanku di dalam kelambuku. 
Jamku sudah menunjukkan 03.20.....
Kuisap batang rokok terakhirku
Kuhirup kopi dingin dalam-dalam hingga tak tersisa.....

Dara.....
Catatan ini adalah goresan kerinduan,
Guratan kerinduan yang terpatri kuat
Ia dilahirkan dari sebuah obsesi
Ibunya adalah jantung nurani
Ayahnya adalah jati diri

Semangat yang dimilikinya, dapat merobohkan
kokohnya tembok penjara dan kuatnya jeruji besi
Ia mampu bertahan, namun.....
Kekuatan dan keperkasaannya telah menghancurkan sebuah hati.....
Yah.....sebuah hati yang dilukai dengan tikaman
7 taji yang beracun
Kejahatan yang tak mampu dipahami.

Dara .....
Mari bersama kita bangun keangkuhan intelektual,
sifat egois, dan melarutkan diri beronani dengan tinta
Mencari pencerahan pikiran.....
Lepaskan perasaan!

Jangan menyalahkan diri ketika berhadapan dengan jeruji,
sebab bagiku.....tiada yang kubenci dari penjara.
Ini hanyalah tembok yang memisahkan aku dengan dunia sekelilingku.

Dara .....
Hati dan tuturmu akan menjadi emas dan perak kehidupanmu
Jika harus berdebat, ingat!
Jika berbicara adalah perak
maka diam adalah emas

 *   *   *


Awang menuntaskan tulisannya .....”Dara, kau telah membuatku tidak bisa menulis rasionil.  Apa yang kutulis itu hanyalah ungkapan perasaanku .....aku rindu”  Awang berbisik pada angin yang berhembus semilir dari jendela kamarnya .....berharap dingin menghembuskan bisikannya itu kepada alam.

Kotak....

Entah bagaimana bermula kemudian bentukku di sebut kotak.
lalu kemudian aku menjadi bentuk yang disalahkan atas keberaganaman bentuk yang kemudian menjadi titik pepecahan diantara beberapa gelintir manusia

Berhari-hari lamanya kupendam saja keinginan ini untuk membunuhmu karena alasan atas namaku, meski keinginan itu semakin menghebat, benteng pertahanan yang bernama ketakutan masih saja mampu menahan beragam keinginan.

kita semakin terkotak-kotak dalam tempurung status, harta, wajah dan rupa yang cantik, kelamin, pangkat, pekerjaan bahkan yang lebih ironis lagi karena kita hanya mengidolakan seseorang untuk menjadi pimpinan kita.

masing-masing kotak pun penuh hingga masing-masing membutuhkan kotak yang baru untuk ditempati.

kemudian beberapa orang dari kita mulai membandingkan kotak yang ditempati hingga terlihat jelaslah perbedaan dari setiap kotak masing-masing.

perbedaan itu kemudian dipertajam oleh keegoisan, kepongahan dan kesombongan asali dari masing masing dari penghuni kotak yang mengakibatkan munculnya ketidak senangan dan ketersinggungan karena merasa di hina atau karena merasa kotaknya lebih buruk dari yang lain, sehingga memiliki keinginan untuk menguasai kotak yang lebih baik.

Sabtu, 25 September 2010

HIDUP ADALAH SEBUAH PENCARIAN,
SETIAP LANGKAH ADALAH PINTU,
DENGANNYA KITA MEMASUKI RUANG DAN ASA UNTUK SEBUAH PILIHAN

Senin, 06 September 2010

Buku Tamu

HIDUP ADALAH SEBUAH PENCARIAN, SETIAP LANGKAH ADALAH PINTU, DENGANNYA KITA MEMASUKI RUANG DAN ASA UNTUK SEBUAH PILIHAN

Silahkan meninggaalkan jejak dan pesan anda pada tempat yang telah disediakan