Sabtu, Desember 2005
04.12
Dara.....
Teman-teman sekamarku sudah pada tidur..... malah teman disampingku ngoroknya keras sekali.
Aku menulis ini sambil membolak-balik catatan-catatan mu dan mencari bahan buat tulisanku kali ini. Beberapa kali temanku terbangun dan memintaku untuk memadamkan lampu.....aku tidak mengantuk sama sekali.
Kamu betul, Dara.....aku sulit menulis kali ini, pikiranku seperti benang kusut dan aku tak tahu harus menulis apa untukmu. Aku seperti berdiri di simpang empat jalanan, dan aku ingin ke empat arah itu dalam satu waktu.
(Dara.....jangan berkecil hati dan menganggap bahwa aku terpaksa untuk menulis untukmu. Sesuatu sedang terjadi..... dan itu sifatnya sangat manusiawi. Juga kuharap suatu hari nanti, jangan pernah bertanya tentang hal ini)
02.05
Dara.....
Saat ini kamu pasti sudah bobo, tapi aku belum.....
Aku masih ingin menulis, sebab besok pagi adalah hari besukan
dan semoga kita bisa bertemu dan mengobrol disana.
Dara .....
Kurajut malam dengan segala rindu,
wajah-wajah polos kaum tani, kekasihku.....
yang terbayang bergantian
Aku rindu pada senyuman mereka
di hari panen pertama di awal musim.
Malam-malam yang kulewati dengan nyanyian “Pannyappe”
di bawah bulan purnama.
Diiringi denting kecapi dan gambus tua “Lompobattang”
Di kain hitam tersimpan kekuatan leluhur
Lalu menjelma menjadi "Kelong-kelong Pa’jaga di awal pesta
Ah..... aku meniti rindu kampung halaman
pada”Baro’bo” yang mengepul hangat,
pada “barongko”nya
Aku rindu pada teriakan “pui-pui” di pematang sawahku
dan manisnya “Pallu Golla” di gubuk kecil
di tepi sungai yang mengalir jernih dan bening.
Dara.....
Malam hampir berlalu.....aku dapat mencium dinginnya
yang semakin menyegarkanku di dalam kelambuku.
Jamku sudah menunjukkan 03.20.....
Kuisap batang rokok terakhirku
Kuhirup kopi dingin dalam-dalam hingga tak tersisa.....
Dara.....
Catatan ini adalah goresan kerinduan,
Guratan kerinduan yang terpatri kuat
Ia dilahirkan dari sebuah obsesi
Ibunya adalah jantung nurani
Ayahnya adalah jati diri
Semangat yang dimilikinya, dapat merobohkan
kokohnya tembok penjara dan kuatnya jeruji besi
Ia mampu bertahan, namun.....
Kekuatan dan keperkasaannya telah menghancurkan sebuah hati.....
Yah.....sebuah hati yang dilukai dengan tikaman
7 taji yang beracun
Kejahatan yang tak mampu dipahami.
Dara .....
Mari bersama kita bangun keangkuhan intelektual,
sifat egois, dan melarutkan diri beronani dengan tinta
Mencari pencerahan pikiran.....
Lepaskan perasaan!
Jangan menyalahkan diri ketika berhadapan dengan jeruji,
sebab bagiku.....tiada yang kubenci dari penjara.
Ini hanyalah tembok yang memisahkan aku dengan dunia sekelilingku.
Dara .....
Hati dan tuturmu akan menjadi emas dan perak kehidupanmu
Jika harus berdebat, ingat!
Jika berbicara adalah perak
maka diam adalah emas
* * *
Awang menuntaskan tulisannya .....”Dara, kau telah membuatku tidak bisa menulis rasionil. Apa yang kutulis itu hanyalah ungkapan perasaanku .....aku rindu” Awang berbisik pada angin yang berhembus semilir dari jendela kamarnya .....berharap dingin menghembuskan bisikannya itu kepada alam.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar